Tuesday, 29 September 2015

,

Dia

Dia, yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang membunuhmu perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta. 
Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kehilafan untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kalian berjumpa. Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua tulisannya --dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipi-nya karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang dia hanguskan--bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila--beterbangan masuk ke matanya. Semoga dia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu, hidupnya, pasti akan lebih mudah.

 Surat Yang Tak Pernah Sampai.

oleh Dee dalam  Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade. kupersembahkan untuk kamu yang 27 September 2015 lalu mengakhiri status mahasiswanya. Semoga suatu saat kita dipertemukan lagi dengan cara yang baik :)
Share:
Read More

Thursday, 3 September 2015

Pertemuan Kembali

Aku bangun diranjangku dengan perasaan bahagia yang luar biasa. Ini tak seperti hari – hari sebelumnya dimana aku bangun dengan malas dan mengeluhkan segala hal. Hari ini berbeda, senyumku mengembang sedari aku terbangun dari tidur. Hariku terasa lebih baik atau bahkan rasanya aku siap untuk menantang matahari sekalipun. Pertemuan kembali dengan gadis bertopi merah tadi malam cukup untuk merubah segalanya. Sudah lama aku tidak merasakan gairah seperti ini. Perasaan yang sudah lama terlupakan dalam sudut hati itu muncul lagi, getaran-getaran kecil yang berubah menjadi letupan-letupan itu hidup kembali seiring dengan jarak yang mulai terlebur.

Dalam diam kami menghabiskan malam di bukit yang tak jauh dari kota. Hanya diterangi cahaya bulan serta kerlap-kerlip lampu pemukiman penduduk dari kejauhan. Dengan sekantong penuh makanan ringan serta beberapa kaleng minuman bersoda. Saat itu aku ingin waktu berhenti berputar, memberi kesampatan padaku untuk merasakan perasaan ini lebih lama. Aku ingin meluapkan perasaan rindu yang tak berkesudahan pada malam yang pekat. Berada disini bersamanya membuatku melupakan segalanya. Beban yang bertumpuk, masalah yang silih berganti seolah terlihat mudah untuk dilalui. Karena dimulai dari detik ini dan seterusnya akan ada dia yang selalu menguatkan. 

Tak lama berselang, tanganmu menunjuk ke arah utara sembari berseru kearahku. 

“lihat, itu Polaris”



30 Agustus 2015 | 01.18 
ditulis untuk tugas creative writing '3 words strategy'.

p.s. entah kenapa selalu gak bisa nulis cerita yang bahagia, feelnya selalu gak greget. tulisan yang ini malah terasa rancu dari paragraf awal dan paragraf keduanya. perpindahan moodnya juga gak halus dan terkesan aneh. Selama ini agak susah juga sih kalau  deskripsikan suanana gitu, sering banget keburu-buru deskripsinya jadi ada terkesan ada beberapa poin yang hilang. yap pointnya adalah masih perlu belajar nulis lagi. 

Terimakasih sudah mau membaca hingga akhir dan masih mau baca curhatan yang gak jelas ini.
Share:
Read More