"Apa salah bagi perempuan untuk menyatakan cintanya terlebih dahulu pada laki-laki?" Firza mengunyah roti cokelatnya lamat-lamat, seakan tak ingin rotinya habis. Disebelahnya Dalyn hanya menanggapi dengan deheman, kedua manik matanya menerawang jauh menembus tembok di depan mereka yang sudah lapuk.
"Itu," ucapnya lirih, "tergantung persepsi orangnya. Kalau bagi laki-laki, bisa saja dia anggap hinaan karena perempuan yang menyatakan," manik matanya masih konsisten menerawang.
Kini giliran Firza yang berdehem. Remah-remah roti cokelat kunyahannya jatuh ke pangkuan paha berbalut jeans yang ia kenakan.
"Kalau bagiku sendiri, hal itu rasanya tabu karena aku tipe orang yang bingung bila laki-lakinya menolak," ada tawa kecil saat Dalyn mengakhiri kalimatnya. Tawa yang entah mengapa terasa nyinyir di bibir, tawa mengasihani diri sendiri mungkin.
"Tapi tidak bagi beberapa perempuan," lanjutnya lagi.
Firza yang sedari tadi mendengarkan sambil menggigiti roti cokelatnya, akhirnya tersenyum sumbang. Pembicaraan mereka terasa hambar, sama hambarnya dengan susu putih kaleng yang kini berada di tengah mereka, menunggu untuk diminum.
-Zafirna
ditulis saat berteduh dibawah atap basecamp EDSA dengan perasaan getir masing masing.
0 comment:
Post a Comment